HANYA SEBENTAR SAJA
Karya : Achmad Rofiqi Rapsanjani (Alumni MTs. Al-Falah : Lulusan tapel 2015/2016)
Bunga-bunga itu memang cantik dan indah. Tapi berbeda dengan cewek yang satu ini....mungkin, lebih tepatnya wanita! Annisa khumairo itulah namanya. Dia cerdas, sopan, dan cantik. jika seluruh pemahat patung berkumpul untuk melukis wajahnya, pasti tidak akan mampu. Dia orangnya sangat tertutup. bagaimana tidak, sudah satu tahun aku sekelas dengannya, aku hanya melihat wajah dan tangannya. Jika dia mau pergi, ia selalu menggunakan kaos kaki. Jika berkumpul bersama teman-temannya, dia seperti bidadari yang turun dari kayangan untuk memberikan kenyamanan dan senyumannya, pasti akan membuat setiap kaum adam menaruh hati padanya.
Hari ini aku ingin mengungkapkan perasaan yang selama ini kupendam. Aku meletakkan cokelat dan bunga di atas bangkunya. Aku sengaja tidak menyebutkan nama pada bunga itu. Tak lama kemudian dia datang. Ia memandangi bunga itu sambil tersenyum dan kemudian dibuang ke tempat sampah. Cokelat itu, ia berikan pada temannya. Aku sudah tahu peluangku kecil, semua cowok yang menembaknya pasti ditolak. Tapi dia tidak tahu siapa aku. Aku tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang aku inginkan.
Hari ini aku ingin mengungkapkan perasaan yang selama ini kupendam. Aku meletakkan cokelat dan bunga di atas bangkunya. Aku sengaja tidak menyebutkan nama pada bunga itu. Tak lama kemudian dia datang. Ia memandangi bunga itu sambil tersenyum dan kemudian dibuang ke tempat sampah. Cokelat itu, ia berikan pada temannya. Aku sudah tahu peluangku kecil, semua cowok yang menembaknya pasti ditolak. Tapi dia tidak tahu siapa aku. Aku tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang aku inginkan.
Dua hari kemudian, aku ingin mengungkapkan perasan ini langsung padanya. Aku mengemudikan motorku dengan kecepatan tinggi. Sampai di sekolah, aku segera masuk kelas dan duduk dekat dengan tempat duduk Anis. Pintu terbuka pelan, mungkin perempuan itu sudah datang. Aku segera menatapnya. ternyata dugaanku tidak salah dia Anis. Aku langsung menundukkan pandanganku. Dan Anis duduk di kursinya kemudian membaca buku.
“Anis, apa yang kamu baca” aku membuka percakapan
“buku mekanika”
“wow.... kamu suka mekanika!” tanyaku untuk lebih akrab
“ia, aku sangat suka”
Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan selanjutnya. Aku memberanikan diri. aku pindah posisi yang mulanya berada di samping Anis sekarang berada di hadapannya sambil menekuk lutut.
“Sudah sekian lama aku memperhatikanmu dari jauh, dan akhirnya aku beranikan diri untuk berkata” aku menghela nafas “maukah kau jadi pacarku” aku mengatakannya dengan spontan. Jantungku berdebar menanti jawabannya.
“apa!!pacaran. Serius kamu Iqbal”
Aku gelagapan, mulutku tak bisa berkata apa-apa. Untuk menyangkal pun aku tak bisa. Yah beginilah sifatku. Aku pun terkadang kesal, kenapa setiap gugup aku tak bisa berkata apa-apa. Harusnya aku bisa menyangkalnya atau berbohong berkata sesuatu.
“Malu aku mendengarkan, aku pun juga begitu, iya aku mau..” jawab Anis. Sambil menundukkan pandangan. Mungkin, dia malu atas jawabannya. Ia salah tingkah. Aku tidak peduli bagaimana ekspresinya yang penting aku sudah mendapatkan pujaan hatiku.
“Matamu berkilau bak berlian
Bibirmu merah seperti bunga mawar
Hatimu sejernih embun
Aku di sini berharap
Dan sekarang kau sudah menjadi milikku” tanpa terasa hatiku langsung melantunkan puisi-puisi cinta. Beginilah jika seorang dilanda mabuk cinta.
Sudah seminggu aku pacaran dengannya. Teman-temanku sudah banyak yang tahu. Mereka kaget ”mana mungkin Iqbal pacaran sama Anis. Anis kan sulit di taklukan” celetoh mereka. Sekarang aku lebih akrab dengan Anis. Kita sering ngobrol bareng. Bahkan belajar bersama. Satu hal, yang aku suka sama Anis, walaupun kita pacaran dia tidak pernah menyentuh tanganku. dia bener-bener wanita yang solehah. Aku pun begitu, aku menghargainya.
Tiga bulan Aku membina hubungan dengan Anis. Tak pernah ada masalah serius dalam hubungan kami. Baru kali ini kami bertemu di taman. Dia sangat cuek padaku aku menghampirinya dan menanyakan keadaannya. Dia hanya mengangguk kemudian pergi tanpa sepatah kata pun. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia sangat cuek padaku.
Tepat pukul 6:30 pagi, mumpung hari libur aku berangkat ke rumah Anis. Aku ingin tahu apa alasan ia cuek padaku. Sampai disana ada mobil terparkir di garasi. Berarti Anis masih belum pergi. Aku mengetok pintu
“assalamu’alaikum...”
“wa’alaikum salam “ ibu Anis langsung membukakan pintu
“ada Anis, tante”
“nis....Anis... ada temanmu” sambil menoleh. Tante mengeraskan suaranya. Menyadari kehadiranku, dengan langkah tergesa Anis menghampiriku.
“ibu ke belakang dulu ia” kata tante
“bal, kenapa kamu kesini” kata Anis sambil mengkerutkan keningnya
“ada yang harus Kita bicarakan”
“kalo begitu, ayo duduk dulu” sambil melambaikan tangannya, ia menyuruhku duduk di kursi yang berada tepat di ruang tamu.
“nis... kenapa kamu cuek”
Suasana langsung hening. Dia tidak menjawab. Sebenarnya aku tidak enak menanyakan in.i tapi, mau bagaimana lagi aku harus katakan.
“bal.... sebenarnya aku masih mencintaimu” ungkapnya dengan nada pelan.
“terus kenapa kamu cuek padaku”
“karena itu, aku mencintaimu”
“aku tidak mengerti apa maksudmu, nis”
“sehari sebelum kejadian di taman. Aku menghadiri pengajian. Pak ustaz mengatakan bahwa jika sepasang kekasih saling mencintai tanpa landasan taqwa kepada Allah. Maka, kelak di akhirat mereka akan saling berseteru dan memusuhi. Aku tidak ingin itu terjadi pada kita. Aku sangat mencintaimu. Cintaku lebih besar dari dunia dan seisinya. Walaupun di dunia kita tidak bersama. Aku akan berdoa pada Allah untuk menyatukan kita di akhirat kelak yang kehidupannya kekal. Memang, selama berpacaran kita tidak pernah saling menyentuh tangan. Tapi, itu hanya sementara. Tidak menutup kemungkinan di kemudian hari kita akan melakukan yang lebih dari itu” jelasnya panjang lebar. Mendengar jawabannya aku meneteskan air mata
“apa ada orang yang saling mencintai. Justru kelak di akhirat akan saling benci” tanyaku sambil menyembunyikan kesedihan.
“ia, jika cinta itu tidak berlandaskan taqwa kepada Allah. Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa. (Az-Zukhruf: 67). Itu yang dikatakan alquran pada umat manusia” mendengar jawaban itu aku tidak bisa menyembunyikan kesedihanku. Anis sama, ia juga menangis. Aku tidak menyangka ia mencintaiku sejauh itu. Aku kagum dibuatnya. Aku segera pamit pulang.
Sampai dirumah aku masih teringat kata-kata Anis. Hatiku masih diselimuti rasa pilu.
Senin, Hari ini aku berangkat kesekolah dengan wajah murung. Sampai di kelas, aku melihat ayu, teman Anis. Dengan langkah tergesa ayu langsung menghampiriku.
“bal... ada yang harus kita biacarain” kata ayu dengan wajah yang nampak serius
“apa lagi?” jawabku sedikit ketus
“bal, dengerin dulu. Maaf sebelumnya aku tidak membicarakan ini padamu. Anis yang meminta semuanya untuk di rahasiakan. Tapi sekarang, aku tidak dapat merahasiakan ini. Aku tidak tega melihat Anis menderita. Tolong jenguk dia sebelum terlambat. Aku tidak mau melihatmu nyesel, bal. Kata dokter, Anis tidak akan bertahan lama”
Jedarrr.. bagai tersambar petir rasa hatiku begitu mendengar penuturan sahabatku ini. Anis? Ada apa ini? Ada apa dengan Anis? Nggak bertahan lama? Maksudnya apa? Berbagai macam pertanyaan berputar-putar dalam otak ku. Anis...ada apa lagi ini? Ada apa denganmu?
“apa maksudmu, yu” kutatap tajam wajahnya
“hiks....hiks... temui Anis, bal. Buat dia bahagia di akhir hidupnya” mendengarnya aku menangis
terisak-isak.
Ya Tuhan… apa lagi ini. Sembuhkan gadis kecilku Tuhan. Apapun penyakitnya, tolong sembuhkan dia. Aku ingin bersamanya. Aku ingin mengatakan padanya kalau aku ingin menjadi yang halal baginya. Izinkan aku bersamanya Ya Rabb.
Ya Tuhan… apa lagi ini. Sembuhkan gadis kecilku Tuhan. Apapun penyakitnya, tolong sembuhkan dia. Aku ingin bersamanya. Aku ingin mengatakan padanya kalau aku ingin menjadi yang halal baginya. Izinkan aku bersamanya Ya Rabb.
“aku tidak bisa. Aku tidak halal baginya.”
“kalau begitu bahagiakanlah dia sebagai sahabatmu. Ayo kita kerumah sakit sekarang, Anis kritis”
Sekitar sepuluh menit perjalanan. Entahlah bagaimana dengan izinku pada sekolah nantinya. Kami segera bergegas menuju kamar inap Anis. Sesampainya di sana, hanya raut wajah kesedihan nan penuh air mata dari keluarga Anis. Belum sempat Aku menyalami mereka, dokter keluar dari kamar tempat Anis di rawat.
“Apa di sini ada yang bernama Iqbal?” Tanya dokter tersebut kepada kami. Aku tercengang begitu mendengar namaku di sebutkan dokter itu. Buru-buru kuangkat tanganku sembari menjawab pertanyaan dokter tersebut.
“Saya dok. Saya Iqbal”
“saudara Iqbal. Sebaiknya anda menemui pasien, mulai dari tadi ia menyebut-nyebut nama anda. Kita berdoa kepada sang kholiq semoga Anis dapat melalui masa kritisnya”Ku mantapkan langkah kakiku menuju tempat ia berbaring. Aku tidak tega melihatnya. Anis yang sekarang berbeda dengan Anis yang dulu. Wajahnya pucat, badannya kurus, matanya selalu melelehkan air mata. Seketika, hatiku terasa pilu aku menangis sejadi-jadinya.
“iq.....bal” ucapnya sedikit tidak jelas. Aku segera menghapus airmataku.
“Anis kau sudah sadar. Tunggu sebentar aku panggil dokter” belum sempat kulangkahkan kakiku. “jangan pergi, bal. Hanya sebentar saja, aku ingin bicara padamu” ku urungkan niatku untuk memanggil dokter. “ia... aku ingin mendengarkan”
“aku mencintaimu bal” dengan suara semakin lemah dia melanjutkan “jika disini kita tidak bisa bersama. Mungkin kelak kita akan melanjutkan kisah cinta yang lebih indah atas ridho Allah. Terima kasih bal, sudah menjadi bagian dari hidupku. Simpanlah kenangan kita” Tiiiitttt.........tiiiitt.........tiiiiiit........... aku segera memeriksa denyut nadinya tiada berdetak, nafasnya tidak lagi berhembus, jantungnya berhenti berdenyut. Tubuhku tidak dapat menopang rasa sedih. Aku layu. Tetesan air mata tidak dapat kubendung. Ya Allah jika kita tidak bisa menjalin kasih didunia. Pertemukanlah kami kelak. Aku ingin menjadi yang halal baginya.
Selesai jam 20:28 tgl 3-9-17
Di rumah